PRESSINDO_NGAWI | Seorang oknum dokter gigi (S) di Ngawi dilaporkan ke Polres Ngawi atas dugaan malpraktek yang menyebabkan kematian pasiennya. Laporan tersebut dilayangkan oleh Davin Ahmad Sofyan, suami dari almarhum Nira Pranita Asih, melalui Kantor Hukum Bibih Hariyadi, S.H., M.H dan Rekan.
Davin, didampingi oleh empat pengacaranya, menilai bahwa oknum dokter gigi tersebut tidak menunjukkan itikad baik setelah kematian Nira.
Bibih Hariyadi, S.H., M.H, yang juga Wakil Ketua Peradi Ngawi, menyampaikan. Jadi begini, pada hari Senin, 27/5/24, dari tim Kantor Hukum Bibih Hariyadi, S.H., M.H. Gembong Pramono, S.H. Robertus Kristian Eko Nugroho, S.H. dan Bima Shakti Febriyanto Hariyadi, S.H, mendampingi klien kami, Davin selaku pelapor merasa menjadi korban diduga istrinya meninggal karena Malpraktek oleh oknum dokter gigi yang ada di Desa Walikukun.
“Kenapa kami sampai melaporkan hal ini ke Polres Ngawi, karena memang selama ini kita menunggu sebetulnya itikad baik dari oknum dokter S tersebut. Karena sudah lama dan kami anggap tidak ada itikad baik maka akhirnya kami melaporkan hal ini ke Polres Ngawi,” ujar Bibih, saat ditemui dikantornya, Rabu, 29/5.
Sebelumnya klien kami, kata Bibih, tidak ada keluhan apa-apa, cuman merasa risih dikarenakan sakit gigi itu akhirnya dikonsulkanlah dengan oknum dokter tersebut, setelah dikonsultasikan kemudian diperintahkan untuk rontgen, semuanya dilaksanakan oleh klien kami itu sudah selesai dan dibacalah isi rontgen itu ternyata ok.
“Dan seterusnya dilakukanlah tindakan pencabutan gigi bungsu oleh oknum Dokter S itu. Setelah dicabut gigi bungsu itu, ternyata sampai dirumah giginya terasa sakit dan makin membengkak berlanjut dalam dua hari makin membesar dan rasa sakit semakin menjadi,” tutur Bibih.
Bibih mengatakan, Nira mengalami sakit dan pembengkakan pada gusi. Kemudian kembali ke dokter gigi untuk menyampaikan keluhannya, namun dokter gigi tersebut menyatakan bahwa semuanya sudah sesuai SOP. Karena kondisinya semakin memburuk, Nira dibawa ke Rumah Sakit di Solo.
“Di Rumah Sakit, Nira didiagnosis dengan infeksi yang menjalar dari gigi bungsu ke leher dan paru-paru. Nira akhirnya meninggal dunia akibat infeksi tersebut,” ungkap Bibih.
Kuasa hukum Davin, Bibih Hariyadi, S.H., M.H, dan Rekan menduga bahwa dokter gigi tersebut melakukan malpraktek dalam beberapa hal: Dokter gigi tidak memiliki kualifikasi yang cukup untuk mencabut gigi bungsu. Pencabutan gigi bungsu seharusnya dilakukan oleh dokter gigi spesialis bedah mulut. Dokter gigi tidak memberikan rujukan kepada Nira untuk berobat ke dokter spesialis atau rumah sakit yang lebih besar ketika Nira mengalami komplikasi.
Dokter gigi tidak memberikan informasi yang benar dan lengkap kepada Nira tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi setelah pencabutan gigi bungsu.
Seperti diketahui, menurut keterangannya Davin melaporkan dokter S-W dengan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian seseorang.
Davin menceritakan bahwa Nira mulai mengeluh sesak napas dan bengkak di leher 3-4 bulan setelah cabut gigi. Nira kemudian didiagnosis dengan infeksi saluran pernapasan dan paru-paru.
“Kami tidak diberi edukasi tentang bahaya pencabutan gigi bungsu,” kata Davin. “Dan ketika kami ingin konsultasi kembali, kliniknya tutup.”
Davin juga mengungkapkan bahwa dia menolak tawaran mediasi dari Kepala Dinas Kesehatan Ngawi, Pengurus Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Ngawi.
Kasus ini masih dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian.
Saat dihubungi kantor berita presisiindonesia.com pada, Kamis, 30/5. Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) menyatakan perhatiannya terhadap kasus pencabutan gigi yang berujung meninggalnya Nira Pranita Asih di Ngawi. Pihaknya telah melakukan langkah-langkah untuk mencari solusi dan membantu menyelesaikan kasus ini.
Kepala Humas PB PDGI, drg M. Arifin,. SP, Ort, telah mengunjungi kediaman Davin Ahmad Sofyan, suami Nira, untuk menyampaikan bela sungkawa dan menggali informasi terkait kronologi kejadian.
Arifin juga telah menemui dokter gigi yang bersangkutan untuk mendapatkan informasi dari kedua belah pihak. PB PDGI mendorong mediasi antara Davin dan dokter gigi agar kasus ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
Namun, PB PDGI tidak melarang Davin jika ingin membawa kasus ini ke jalur hukum. Jika itu terjadi, PB PDGI, PDGI Jawa Timur, dan PDGI Cabang Ngawi akan melakukan investigasi lebih lanjut.
Investigasi tersebut akan melibatkan tim ahli PB PDGI untuk memastikan apakah proses pencabutan gigi Nira telah sesuai dengan standar prosedur operasional (SPO), penyebab utama meninggalnya Nira, tindakan medis pasca pencabutan gigi, dan fasilitas kesehatan yang dikunjungi Nira setelah pencabutan gigi.
Arifin menghimbau masyarakat untuk tidak takut ke dokter gigi terkait pencabutan gigi. Ia menekankan pentingnya kejujuran pasien mengenai kondisi kesehatan mereka kepada dokter gigi agar dokter gigi dapat memberikan pertimbangan dan tindakan yang tepat.
Wartawan: Fatkhul Mu'anam Editor: A. Febri T.H