PRESSINDO_NGAWI | Polemik pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Ngawi terus berulang setiap tahun. Banyak desa mengalami kendala dalam pemungutan pajak, sehingga target yang ditetapkan sering kali tidak tercapai sebelum jatuh tempo.
Ketua Lakpesdam NU Ngawi Maskun menilai bahwa permasalahan ini perlu inovasi agar pembayaran pajak bisa lebih efektif. Ia mengusulkan agar pencairan dana desa dilakukan secara bertahap dengan skema yang mengaitkan pembayaran PBB.
“Misalnya, tahap pertama pencairan dana desa harus menarik sekitar 25 persen dari pajak yang harus dibayarkan. Pada tahap kedua, capaian pembayaran pajak harus mencapai 50–60 persen. Dengan cara ini, target pembayaran PBB akan terpenuhi,” ungkapnya, Jumat (14/02/2025).
Menurutnya, tanpa mekanisme seperti ini, setiap tahun kepala desa kerap mengalami kesulitan dalam menutup kekurangan PBB dengan berbagai alasan. Oleh karena itu, ia mendorong adanya sistem yang lebih tertata untuk memastikan pembayaran PBB tidak selalu menjadi permasalahan tahunan.
“Polemik ini semestinya menjadi perhatian serius, mengingat PBB merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting untuk pembangunan. Diharapkan, pemerintah daerah dapat mengevaluasi kebijakan yang ada agar permasalahan ini tidak terus berulang.” Ujar Maskun.
Sementara itu, Akhmad Arwan Arifarianto, Kepala Bidang Pengelola Pendapatan Daerah Badan Keuangan Daerah Kabupaten Ngawi, menegaskan bahwa jatuh tempo pembayaran PBB sesuai yang tercantum di SPPT adalah 30 September setiap tahunnya. “Jika melewati tanggal tersebut, maka akan dikenakan denda administrasi sebesar 1% per bulan dari ketetapan pajak,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa penghasilan tetap (siltap) perangkat desa tidak ada kaitannya dengan PBB. Namun, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati, Kepala Desa memang ditunjuk sebagai petugas pemungut PBB dengan bantuan Perangkat Desa, sementara Camat berperan sebagai koordinator pemungutan.
Wartawan: Abdul Ghofar Editor: A Febri TH